Material Requirement Planning
Sejarah MRP
Sebelum MRP, dan sebelum komputer mendominasi industri,
metode reorder-point/reorder-quantity jenis (ROP / ROQ) seperti EOQ (Economic
Order Quantity) telah digunakan dalam manufaktur dan manajemen persediaan. Pada tahun 1964, Joseph
Orlicky sebagai respon
terhadap Program Manufaktur TOYOTA, mengembangkan Material Perencanaan
Kebutuhan (MRP). Perusahaan pertama yang menggunakan MRP adalah Black &
Decker pada tahun 1964, dengan Dick Alban sebagai pemimpin proyek. Buku Orlicky yang
berhak Cara Baru Hidup di
Produksi dan Manajemen Persediaan (1975). Pada tahun 1975, MRP dilaksanakan di 150 perusahaan. Jumlah ini telah tumbuh menjadi sekitar 8.000 pada tahun 1981. Pada 1980-an, Joe Orlicky itu MRP berevolusi menjadi
perencanaan sumber daya manufaktur Oliver Wight (MRP II) yang membawa
penjadwalan master, kasar-potong perencanaan kapasitas, kapasitas perencanaan persyaratan , S & OP pada tahun 1983 dan
konsep lain untuk MRP klasik. Pada tahun 1989, sekitar sepertiga dari industri perangkat
lunak adalah MRP II software dijual ke industri Amerika ($ 1,2 milyar perangkat
lunak). (Wikipedia, 2012)
Pengertian Material
Requirements Planning (MRP)
Menurut Gasperz (2004), Material
Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased
planned orders dan manufactured planned orders, kemudian
diajukan untuk analisis lanjutan berkenaan dengan persediaan kapasitas dan
keseimbangan menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas. Sistem
MRP mengkoordinasikan pemasaran, manufacturing, pembelian, rekayasa
melalui pengadopsian rencana produksi serta melalui penggunaan satu data
base terintegrasi guna merencanakan, dan memperbaharui aktivitas dalam
sistem industri modern secara keseluruhan.
Salah satu alasan mengapa
MRP digunakan secara cepat dan meluas sebagai teknik manajemen produksi, yaitu
karena MRP menggunakan kemampuan komputer untuk menyimpan dan mengelola data
yang berguna dalam menjalankan kegiatan perusahaan. MRP dapat mengkoordinasikan
kegiatan dari berbagai fungsi dalam perusahaan manufaktur, seperti teknik,
produksi, dan pengadaan. Oleh karena itu, hal yang menarik dari MRP tidak hanya
fungsinya sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan, melainkan keseluruhan
peranannya dalam kegiatan perusahaan.
MRP sangat bermanfaat bagi
perencanaan kebutuhan material untuk komponen yang jumlah kebutuhannya
dipengaruhi oleh komponen lain (dependent demand). MRP memberikan
peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu
pengiriman barang dapat direncanakan dengan lebih baik, karena ada keterpaduan
dalam kegiatan yang didasarkan pada jadwal induk. Moto dari MRP
adalah memperoleh material yang tepat, dari sumber yang tepat, untuk penempatan
yang tepat, dan pada waktu yang tepat (Gasperz, 2004).
Empat Langkah Utama Sistem Material Requirements
Planning (MRP)
Sistem MRP memiliki empat
langkah utama yang selanjutnya keempat langkah ini harus ditetapkan satu per
satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Prosedur ini
dapat dilakukan secara manual bila jumlah item yang terlibat
dalam produksi relatif sedikit. Suatu program diperlukan bila jumlah item sangat
banyak. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut (Baroto,
2002).
1. Netting
Merupakan
suatu proses perhitungan kebutuhan bersih yang biasanya merupakan selisih
antara kebutuhan kotor dengan persediaan di tangan dan yang sedang diproses
(dipesan).
2. Lotting
Merupakan suatu proses
untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara
individual berdasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah
dilakukan. Beberapa teknik diarahkan untuk menyeimbangkan
ongkos set up dan ongkos simpan. Ada juga teknik yang
sederhana yang memakai jumlah pemesanan tetap atau periode pemesanan tetap.
3. Off Setting
Merupakan
salah satu langkah pada MRP untuk menentukan saat yang tepat untuk rencana
pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan didapat dengan
cara menggabungkan saat awal tersedianya lot size yang
diinginkan dengan besarnya waktu ancang. Waktu ancang ini sama dengan besarnya
waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut siap
untuk dipakai.
4. Explosion
Yaitu
proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih bawah didasarkan
atas rencana pesanan. Dalam proses explosion ini,
data mengenai struktur produk sangat memegang peranan, karena atas dasar
struktur produk inilah proses explosion akan
berjalan dan dapat menentukan ke arah komponen mana yang harus diexplosion.
Istilah-istilah yang
Digunakan Material Requirement Planning (MRP)
Sebelum memasuki lebih
lanjut mengenai perencanaan kebutuhan material, terlebih dahulu menjelaskan
tentang pengertian dari tabel untuk perhitungan MRP. Berikut ini dijelaskan
tentang istilah-istilah yang biasa digunakan, yaitu: (Gasperz,
2004)
1. Gross Requirement (GR,
kebutuhan kasar)
Adalah total dari semua
kebutuhan, termasuk kebutuhan yang diantisipasi untuk setiap periode waktu.
Berdasarkan pengertian tersebut gross requirement merupakan bagian dari keseluruhan
jumlah item (komponen) yang diperlukan pada suatu periode.
2. Schedule Receipts (SR,
penerimaan yang dijadwalkan)
Merupakan jumlah item yang
akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang dibuat.
3. Begin Inventory (BI,
inventori awal)
Merupakan jumlah
inventori di awal periode.
4. Net Requirement (NR,
kebutuhan bersih)
Merupakan jumlah
aktual yang diinginkan untuk diterima atau diproduksi dalam periode
bersangkutan.
5. Planned Order Receipt (PORt,
penerimaan pemesanan yang direncanakan)
Adalah jumlah item yamg
diterima atau diproduksi oleh perusahaan manufaktur pada periode waktu
terakhir.
6. Planned Ending Inventory (PEI,
rencana persediaan akhir periode)
Merupakan suatu
perencanaan terhadap persediaan pada akhir periode.
7. Planned
Order Releases (PORel, pelepasan pemesanan yang direncanakan)
Adalah jumlah item yang
direncanakan untuk dipesan agar memenuhi perencanaan pada masa yang akan datang
atau order produksi yang dapat dilepas untuk dimanufaktur.
8. Lead Time
Adalah waktu
tenggang yang diperlukan untuk memesan (membuat) suatu barang sejak saat
pesanan (pembuatan) dilakukan sampai barang itu diterima (selesai dibuat).
9. Lot Size (ukuran
lot)
Merupakan kuantitas
pesanan dari item yang memberitahukan MRP berapa banyak
kuantitas yang dipesan, serta lot sizing apa yang dipakai.
10. Safety Stock (stok
pengaman)
Merupakan stok
pengaman yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam
permintaan (demand) dan penawaran MRP untuk mempertahankan tingkat stok
pada semua periode waktu.
Tujuan Material Requirement Planning (MRP)
Secara umum, sistem MRP
dimaksudkan untuk mencapai tujuan antara lain untuk meminimalkan persediaan
dengan menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan
dengan Jadwal Induk Produksi (JIP). Dengan menggunakan komponen ini, pengadaan
(pembelian) atas komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat
dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya
persediaan. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman MRP
mengidentifikasikan banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi
jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan
atau pembelian komponen, sehingga memperkecil resiko tidak tersedianya bahan
yang akan diproses yang mengakibatkan terganggunya rencana produksi.
Meningkatkan efisiensi MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah
persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan
lebih baik sesuai dengan Jadwal Induk Produksi (JIP). Dengan demikian terdapat
beberapa hal yang merupakan tujuan MRP (Material Requirements Planning) (Thesis UPI, 2012),
yaitu sebagai berikut:
1. Meminimalkan
persediaan.
MRP
menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan
jadwal induk produksi.
2. Mengurangi risiko karena
keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP mengidentifikasi banyaknya bahan
dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya.
3. Jadwal produksi diharapkan
dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman
barang dapat dilakukan secara lebih nyata.
4. MRP mendorong peningkatan
efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang
dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi.
Agar MRP dapat dibuat
dengan baik, MRP memerlukan beberapa input utama yang harus
terpenuhi. Input utama itu merupakan komponen dasar MRP yang
terdiri dari (Thesis
UPI, 2012):
1. Master Production Schedule (MPS)
Merupakan
suatu pernyataan definitif tentang produk akhir (end item) apa yang
direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas yang dibutuhkan,
pada waktu kapan dibutuhkan, dan bilamana produk itu akan diproduksi. MPS
disusun berkaitan dengan pemasaran, rencana distribusi, perencanaan produksi,
dan perencanaan kapasitas.
2. Bill of Material (BOM)
Meliputi
daftar barang atau material yang diperlukan bagi perakitan, pencampuran, dan
pembuatan produk akhir. BOM (Bill of Material) dibuat untuk menentukan
barang mana yang harus dibeli dan barang mana yang harus dibuat.
3. Struktur Produk
Merupakan
gambaran tentang langkah-langkah atau proses pembuatan produk, mulai dari bahan
baku hingga produk akhir.
4. Catatan Persediaan
Sistem
MRP harus memiliki dan menjaga suatu data persediaan yang up to date untuk
setiap komponen barang. Data ini harus menyediakan informasi yang akurat
tentang ketersediaan komponen dan seluruh transaksi persediaan, baik yang sudah
terjadi maupun yang sedang direncanakan.
Pada dasarnya sistem MRP
menghasilkan tiga jenis keluaran (output), dimana biasanya
keluaran atau hasil dari sistem MRP ini berupa laporan-laporan. Laporan ini
biasanya berfungsi untuk memberikan informasi, laporan-laporan tersebut, yaitu
(Gasperz, 2004):
1. MRP Primary Report
Merupakan
laporan utama MRP yang sering disebut secara singkat sebagai laporan MRP.
2. MRP Action Report
Sering
disebut juga sebagai MRP Exception Report yang memberikan
informasi kepada perencana tentang item yang perlu mendapat
perhatian segera, dan merekomendasikan tindakan-tindakan yang perlu diambil.
3. MRP Pegging Report
Untuk
memudahkan menelusuri sumber dari kebutuhan kotor untuk suatu item.
Menggunakan Pegging Reports, perencana menentukan
kebutuhan-kebutuhan yang diakibatkan oleh adanya pesanan.
Ukuran Lot merupakan
suatu proses menentukan ukuran atau jumlah pemesanan, dimana pemesanan ini
sudah harus tersedia di awal periode produksi. Ukuran jumlah barang yang
dipesan (lot size) akan berhubungan dengan biaya pemesanan (set up)
ataupun biaya penyimpanan barang. Semakin rendah ukuran lot, berarti semakin
sering melakukan pemesanan barang, akan menurunkan biaya penyimpanan, tetapi
menambah biaya pemesanan. Sebaliknya, semakin tinggi ukuran lot akan mengurangi
frekuensi pemesanan, tetapi mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan.
Mencari ukuran lot yang tepat yang dapat meminimalkan biaya total persediaan.
Terdapat beberapa metode dalam menentukam ukuran lot (lot size), yaitu
antar lain metode Lot For Lot (LFL), Part
Period Balancing (PPB), Economic Order Quantity (EOQ),
dan Period Order Quantity (POQ).
Metode Lot For Lot atau teknik penetapan ukuran lot dilakukan
atas dasar pesanan diskrit, selain itu metode
persediaan minimal berdasarkan pada ide menyediakan persediaan (memproduksi)
sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal
mungkin. Jika pesanan dapat dilakukan dalam jumlah beberapa saja, pesanan
sesuai dengan jumlah yang sesungguhnya diperlukan (Lot For Lot)
menghasilkan tidak adanya persediaan. Metode ini mengandung resiko yang tinggi.
Apabila terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang, mengakibatkan
terhentinya produksi jika persediaan itu berupa bahan baku, atau tidak
terpenuhinya permintaan pelanggan apabila persediaan itu berupa barang jadi.
Namun, bagi perusahaan tertentu seperti yang menjual barang-barang yang tidak
tahan lama (perishble products), metode ini merupakan satu-satunya
pilihan yang terbaik (Baroto, 2002).